Superioritas Alquran dalam Kehidupan Manusia

Dr. Daris Tamin, M.Pd.
Kaprodi BKPI STAI Persis Garut


Sebagai Kitab Suci (Scripture), Alquran sangat diyakini sebagai The Word of God (Kalamullah) yang kebenaran dan kesempurnaannya berpusat pada Allah yang dituhankan umat Islam (Muslim). Tuhan (Allah) adalah the central aspect yang segala petunjuk untuk kebahagiaan ada dalam Kitab Suci Al-Quran. Berdasarkan fakta sejarah bahwa Alquran diturunkan Allah sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad (The Prophet Muhammad) melalui perantaraan Malaikat Jibril (Gabriel), Carmody & Carmody (1981, hlm. 227) menyebut Islam sebagai The Quranic Religion dalam kategori agama kenabian (prophetic religion).

Sebagai bentuk penegasan bahwa Alquran adalah wahyu Allah, Ash-Shabuni (1425, hlm. 15) mengutip pendapat jumhur ulama tentang definisi Al-Quran, sebagai berikut: “Kalāmullaah al-munazzalu ‘ala khaatamil-anbiyaa-i wal-mursalīn bi wāshithathil-amīn, al-maktūbu fil-mashāhifi; al-ma’būdu bi qiraa-atihi; almabduu-u bisūratil-fātihati wal-mukhtatimu bi sūratin-nāsi.” Alquran adalah kalamullah yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul terakhir melalui perantaraan Al-Amīn (Jibril) yang ditulis dalam lembaran-lembaran; membacanya bernilai ibadah; diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas.”

Sejak empat belas abad yang lalu, Alquran telah dijadikan pegangan hidup untuk menggapai kebahagiaan. Alquran adalah sumber ilmu pengetahuan. Seluruh isi Alquran berisi aksioma dan postulat (dalil) pasti yang dapat memberikan arahan dan jaminan terhadap kebahagian manusia. Najati (2001, hlm. 19) menjelaskan bahwa diturunkan untuk seluruh manusia. Ia berbicara kepada akal manusia dan kesadaran (wijdan/conscience) manusia. Ia mengajarkan kepada manusia tentang mengikatan diri kepada Allah (Tuhan) secara tauhid (Islamic monotheisme), menyucikan penghambaan, menunjukkan kepada jalan kebaikan dan kemaslahan pribadi maupun masyarakat. Alquran juga membimbing manusia kepada jalan terbaik untuk merealisasikan diri dan mengembangkan pribadi menuju kebahagiaan yang sempurna, baik di dunia maupun akhirat.

Dalam berbagai ayat, Alquran menyebut dirinya dengan berbagai nama yang menunjukkan fungsi untuk menjamin kebahagiaan manusia. Dalam QS. Al-Jatsiyah [45]: 20, Alquran disebut bashīrah (clear insight and evidence) karena mengandung pengertian dan bukti yang jelas dan mendalam sehingga dapat dijadikan pedoman oleh manusia. Alquran juga disebut hudan (guidance) dan rahmah (mercy) bagi siapa saja yang mau meyakininya. Penyebutan hudan dan rahmah juga diulang dalam QS. Yunus [10]: 57 dan An-Nahl [16]: 89.

Dalam QS. Yunus [10]: 57, Alquran disebut Mau’izhah (a good advice) karena berisi pelajaran dan nasihat untuk semua kebaikan dan melarang semua yang jahat. Alquran juga disebut syifā-an (healing) untuk segala bentuk penyakit dalam dada. Khan (1996, hlm. 426) menjelaskan bahwa penyakit dalam dada adalah kebodohan, keraguan, kemunafikan, dan perbedaan. Sedangkan As-Sa’di (Tt., hlm. 323) menjelaskan bahwa penyakit dalam dada adalah penyakit dorongan syahwat untuk melanggar aturan Allah dan penyakit ragu-ragu terhadap ilmu dan keyakinan.

Penyebutan syifā-an tidak hanya disebut tersendiri tetapi digandengkan dengan hudan dan rahmah. Penyebutan Penyebutan syifā yang digandengkan dengan hudan terdapat dalam QS. Fushshilat [41]: 44. Sedangkan penyebutan syifā- yang digandengkan dengan rahmah terdapat dalam QS. Al-Isra [17]: 82. Maksud dari penggandengan dua fungsi yang diulang-ulang adalah untuk memnguatkan dan meyakinkan bahwa Alquran benar-benar memiliki superioritas dalam menjamin kebahagiaan manusia lahir dan batin.

Sebagai Kalamullah (The word of Allah), Alquran memiliki kekuatan untuk mempengaruhi manusia. Pengaruhnya tidak hanya sekadar pada perilaku yang nampak secara individual dan komunal (masyarakat), bahkan pengaruhnya akan memasuki ruang-ruang atom dalam tubuh manusia, yaitu sel-sel darah meskipun hanya dengan mendengarkannya saja. Al-Kaheel (2014, hlm. 17) menjelaskan bahwa suara Alquran yang dibaca oleh seseorang atau orang lain mampu mempengaruhi sel-sel yang rusak dan mengembalikan keseimbangannya. Al-Kaheel (2014, hlm. 27) menjelaskan bahwa lantunan ayat-ayat suci Alquran menciptakan sekelompok frekuensi yang mencapai telinga kemudian bergerak ke sel-sel otak dan mempengaruhinya melalui medan-medan elektromegnetik frekuensi ini yang dihasilkan dalam sel-sel tersebut. Selanjutnya, respon terhadap medan elektromegnetik tersebut akan memodofikasi getaran-getarannya. Perubahan pada getaran tersebut adalah apa yang dirasakan dan dipahami secara berulang-ulang pada saat membaca atau dibacakan Al-Quran.

Beberapa penelitian eksperimental dalam bidang psikoterapi yang pernah dilakukan adalah penelitian Dr. Ahmad Al-Qadhi melalui penelitiannya di Klinik Akbar di Florida Amerika Serikat, bahwa sekadar mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Quran. Seorang Muslim, baik yang bisa berbahasa Arab maupun yang tidak, dapat merasakan perubahan fisiologis yang besar, seperti penurunan depresi, kesedihan, bahkan dapat memperoleh ketenangan, menolak berbagai penyakit, dan merasakan perubahan lainnya.

Melalui pembacaan Al-Quran, pada tahun 1984, Dr. Ahmad Al-Qadhi di Klinik Akbar di Florida Amerika Serikat melaporkan hasil risetnya bahwa sekadar mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Quran, seorang Muslim, baik yang bisa bahasa Arab maupun yang tidak, dapat merasakan perubahan fisiologis yang besar, seperti penurunan depresi, kesedihan, bahkan dapat memperoleh ketenangan, menolak berbagai penyakit, dan merasakan perubahan lainnya hingga 95% (Badri, 2000, hlm. 47-48, Akhmad, 2014, hlm. 8-9). Aziz Ahmad Quadri, seorang psikiater di Mental Health Center, Aurangabad India, juga melakukan praktek terapi melalui treatment dengan mengajak dialog kepada klien menggunakan ayat-ayat Alquran yang disesuaikan dengan gejala-gejala gangguan psikologis yang dialami oleh pasiennya.

Pedak (2009, hlm. 52) menyimpulkan bahwa membaca Alquran dengan lisan mampu meningkatkan kualitas emosi positif pembacanya. Hal ini disebabkan karena impuls tidak hanya datang dari penglihatan tetapi juga dari pendengaran. Selain itu, membaca Alquran dengan pemaknaan akan memberi dampak positif pada kecerdasan dan emosi. Salim (El-Syakir, 2014, hlm. 197) menjelaskan bahwa seseorang merasa tenang sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.

Alquran adalah Kitab Suci seluruh isinya berkaitan dengan manusia dan perilakunya. Alquran juga berbicara tentang bagaimana pengembangan karakter mulia dan langsung memberikan bimbingan langsung tentang pengembangan tersebut. Hussain (2011, hlm. 14) menjelaskan bahwa, “The Al-Qur’an deals with the human psych and exemplifies the challenges to behavioural change and character development through it’s narratives, analogies, and direct guidance.”

Beberapa studi yang dilakukan oleh Furqon Institute of Quranic Healing (2010; Haque, 2004; Amir Farid Ishahak, 2009) menguatkan bahwa ayat-ayat Alquran mampu memberikan efek penyembuhan, menghilangkan penyebab tekanan, dan mampu memberikan ketenangan dan perasaan puas. Baharudin & Sumari (2011, hlm. 4) menguatkan juga dengan hasil penelitian terhadap wanita muslim pekerja (working Muslim women) di Malaysia yang diberikan perlakukan dengan diperdengarkan suara Alquran dan suara alam secara berulang-ulang untuk menurunkan stress dalam bekerja. Hasilnya, sebagaimana disimpulkan bahwa: “The participants reported increased level of calmness and decreased level of stress upon the completion of the program. Both types of sound therapy shows significant increase in participants’ calmness and reduction of their stress level but the second type of sound therapy (i.e. recitation of Quranic verse) shows better results than the first type (sounds of nature).”

Bahasa Alquran adalah bahasa Arab. Secara linguistik, semua huruf yang membentuk kata dalam bahasa Arab memiliki memiliki suara yang berbeda yang memiliki efek pada arti kata. Sebuah huruf yang terdengar tebal akan memiliki makna yang berbeda dengan huruf yang terdengar tipis. Pengucapannya akan membawa makna yang jelas. Demikian pula dengan panjang dan pendeknya suatu bunyi kata, memberikan pengaruh pada makna. Oleh sebab itu, Nakhavali & Seyedi (2013, hlm. 26) menyimpulkan bahwa, “The usage of sounds in the Qur’an plays a rhetorical role and this holy book has an inimitable symphony through which sounds employed to affect meanings and convey messages.” Al-Qur’an adalah mukjizat besar yang jika dilantunkan atau diperdengarkan lantunannya akan menghasilkan ritme dan simponi yang tak terhitung merdunya dan menyentuh setiap hati yang menikmatinya.

Superioritas Alquran juga pernah dibuktikan dalam wahana bimbingan dan konseling. Beberapa peneliti telah membuktikan pengaruh Alquran terhadap perilaku manusia melalui wahana bimbingan dan konseling. Suhail dan Ajmal (Gerstein, 2009, hlm. 245-246) dalam artikel hasil risetnya menjelaskan bahwa zikrullah (mengingat Allah), membaca Alquran (reading Al-Quran) dan memperdengarkan bacaan ayat-ayat Alquran secara berulang-ulang (recitation of Quranic verses) merupakan model konseling asli yang lain (another indigenous model of counseling). Maksudnya, selain model-model konseling konvensional yang dianggap original, maka membaca Alquran dan memperdengarkan lantunan ayat-ayatnya pun dapat dikategorikan sebagai model konseling yang original juga. Para sarjana muslim telah merekomendasikan terapi melalui Alquran sejak lama sekali. Dijelaskan bahwa banyak masyarakat yang menemukan pelipur lara dan kedamaian ketika membaca Alquran (many people find solace and peace while reading Al-Quran). Dijelaskan pula bahwa, “Specific verses of the Holy Quran are read by a large majority for diverse problems, such as attaining physical and psychological health, reversing curses and magical spells, increasing financial, and improving family relationship.”

Pada saat membaca Al-Quran, Allah diyakini sebagai satu-satunya Tuhan yang hidup tanpa bergantung kepada siapapun (self-subsisting), bahkan semua bergantung kepada-Nya (all pervading), abadi (eternal), dan realitas yang absolut (absolut reality). Rizvi (Gerstein, 2009, hlm. 246) menjelaskan bahwa Allah diyakini memiliki 99 nama atau atribut yang esensial, Mahahidup, Mahakekal, Mahaadil, Mahakasih dan Mahasayang kepada makhluk ciptaan-Nya, dan semua kebaikan ada pada-Nya. Menyebut nama-Nya dan membaca kalam-Nya untuk mendapatkan kedamaian, ketenangan jiwa, dan kecukupan lebih layak ditunjukkan kepada-Nya karena kemahasempurnaan-Nya. Alasan-alasan inilah yang dijadikan pijakan bahwa membaca Alquran dan memperdengarkan bacaan ayat-ayat Alquran secara berulang-ulang termasuk model konseling yang indigenous. Suhail dan Ajmal (Gerstein, 2009, hlm. 246) menambahkan bahwa dalam konseling dengan Alquran mampu membantu memecahkan masalah social, alienasi, dan kehilangan makna hidup. Konseling dengan membaca dan memperdengarkan ayat-ayat Al-Quran, selain dilakukan sendiri juga dilakukan secara lembaga. Proses konseling dibantu oleh sufi atau murshed (spiritual guide).

Konseling melalui reading the Quran juga pernah diaplikasikan secara eclectism dengan konseling berfokus solusi (solution-focused counseling) oleh Jeffrey T. Guterman. Dalam aplikasinya, Guterman (2013, hlm. 218) menempatkan reading the Quran pada langkah ketiga dan keempat untuk membantu klien Muslim yang mengalami depresi dengan gejala sakit kepala. Pemicu (trigger) sakit kepada bukan hanya sekadar faktor lingkungan tetapi juga oleh faktor psikologis. Guterman (2013, hlm. 218) pernah membantu klien, seorang Muslim Turkish American, yang mengalami depresi. Dengan mengadaptasi konseling berfokus solusi yang diintegrasikan dengan sentuhan spiritual melalui reading the Quran. Setelah semua sesi dilalui, klien tersebut mengaku bahwa ia mengalami kemajuan yang signifikan. Selanjutnya dijelaskan bahwa, “He reported feeling less depressed, an increase in his energy, and renewed hope about the future.” Setelah sesi kedua belas, konselor dan klien sepakat bahwa konseling lebih lanjut tidak lagi diperlukan.

Referensi:
As-Sa’di, A.N. (Tt.). Taisiir Kariimir-Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil-Mannaan. Riyadh: Maktabah Ar-Risalah.
Ash-Shobuni, M.A. (1425), ‘Ulumul-Quran, Beirut: Darul-Fikr
Badri, M. (2000). Contemplation an Islamic Psychospiritual Study, Kuala Lumpur: Shelbourne Enterprise Sdn. Bhd.
Baharudin, D.F & Sumari, M (2011). The effect of sound therapy in increasing calmness and reducing stress on working muslim women in malaysia. Elsevier, Science Direct, WCPGC, 2011.
El-Syakir, Septian (2014) Islamic Hypnoparenting, Mendidik Anak Masa Kini Ala Rasulullah, Jakarta: Kawan Pustaka.
Gerstein, L.H. et.al. (2009). International Handbooks of Cross-Cultural Counseling: Cultural Assumptions and Practices Worldwide, Los Angeles: SAGE
Guterman, J.T. (2013). Mastering the Art of Solution Focusing Counseling, ACA, Alexandria: Wiley.
Hussain, F. (2011). Therapy from The Quran and Ahadits: A Reference for Character Development. Riyadh: Darussalam.
Nakhovali, F., Seyedi, S.H. (2013). A research on “rhythm & music” in the quran, International Journal of Linguistics ISSN 1948-5425 2013, Vol. 5, No. 3.
Pedak. M. (2009). Qur’an for Gen; Mukjizat Terapi Quran untuk Hidup Sukses, Jakarta: Kawah Media.

Leave a Comment