Sangka baik saja, semua sudah tahu bahwa Rasulullah selalu menjaga wudhu. Suatu waktu Rasul saw. pernah mencium istrinya, Aisyah Ummul Mukminin, lantas salat tanpa berwudhu terlebih dahulu. Tidak diragukan, derajat hadis tentang kejadian itu sahih dan perawi-perawinya tsiqat. Terpercaya. Periset menyebutnya, trusting dan reliableness.

Mungkin ada pembaca yang penasaran dan ingin membuktikan kebenarannya. Silakan telusuri sendiri agar pikiran tidak pasif. Kalimat yang tadi hanya memantik untuk aktif. Mencari dan menemukan sendiri, katanya termasuk discovery learning. Basisnya inkuiri dan teori konstruktivis. Tapi jangan lupa, minta bimbingan ahli hadis.

Rasulullah adalah sosok suami ideal. Sempurna dari semua sudut pandang. Semakin menelusuri tindak-tanduknya sebagai suami, semakin akan ditemukan berbagai bukti keromantisan bersama istri-istrinya. Hak-hak istri-istrinya ditunaikan secara adil. Sulit mencari titik lemah Rasulullah sebagai suami. Semuanya begitu sempurna. Tidak ada celah untuk menyebutnya sebagai suami dengan level biasa. Urusan bercinta dan bercumbu rayu, jangan ditanya. Istri-istri Rasulullah menyampaikannya kepada kita semua, bahwa dia lelaki sempurna.

Satu hal yang masih menyisakan rasa ingin tahu adalah penjelasan ulama yang lebih terperinci terkait hadis Rasul mencium Aisyah lalu salat tanda berwudhu terlebih dahulu. Rasulullah pun pernah mencumbui istri-istrinya ketika sedang berpuasa. Rasul tidak membatalkan puasanya. Sebagai seorang nabi dan rasul, beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan syahwat berahinya dibandingkan yang lain.

Lantas, mencium seperti apa hingga Rasulullah salat tanpa berwudhu terlebih dahulu? Lalu, bercumbu seperti apa hingga Rasulullah tidak membatalkan puasanya? Dua pertanyaan seperti itu kerap kali muncul di majelis pengajian hingga akhirnya membuat malu sendiri yang bertanya dan yang ditanya.

Dalam kajian psikologi orang dewasa dan konseling keluarga, memang ada bahasan tentang hal-ihwal keromantisan suami istri. Salah satunya tentang ciuman di kening istri. Hasil penelitian, mencium atau mengecup kening istri tidak menimbulkan syahwat berahi. Tapi, kajian ini tentu tidak mewakili penjelasan hadis-hadis tentang keromantisan Rasulullah dengan istri-istrinya. Butuh justifikasi dari ulama hadis terkait hal itu.

Secara psikologis, ciuman di kening istri adalah ungkapan cinta tanpa nafsu seksual. Ciuman seperti itu adalah rasa hormat kepada pasangan. Cinta tanpa pamrih dan kekaguman. Turut pula di dalamnya perasaan melindungi pasangan, bahkan perasaan takut kehilangan.

Ciuman pada kening istri dengan penuh keikhlasan cukup untuk mewakili ungkapan: “Aku percaya, engkau istriku yang cerdas”; “Aku percaya, engkau istriku yang amanah”; “Aku percaya, engkau istriku bisa menjaga rumah”; “Aku percaya, engkau istriku dapat menjadi madrasah bagi anak-anak.”
_________

https://pmb.staipersisgarut.ac.id

Prodi BKPI STAI Persis Garut menggali hadis-hadis Nabi tentang pergaulan suami-istri sebagai acuan dalam pengembangan konseling keluarga.
__________

Home

https://instagram.com/bkpi_staipigarut?igshid=MmJiY2I4NDBkZg==

https://instagram.com/uptlp_staipi?igshid=MmJiY2I4NDBkZg==

https://www.daristamin.id

Leave a Comment