Agar Kita Bisa Ikut Panen Pahala Ramadhan 1443 H
Dr. Daris Tamin, M.Pd
Kaprodi BKPI STAI Persis Garut
Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Kitabnya, “Lathaaiful Ma’arif” menukil perkataan metafora Abu Bakr Al-Warraq Al-Balkhi, bahwa “Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.” Perumpamaan ini sungguh sangat menggelitik. Memantik rasa ingin tahu. Jika, Ramadhan adalah bulan memanen, akankah orang yang tidak menanam benih dan tidak menyirami serta memupuki benih hingga tumbuh bernas layak untuk memanen?
Ramadhan 1443 H akan tiba dalam hitungan jam lagi, atau ditambah sehari-semalam jika diputusakan menggenapkan bulan Syaban 1443 H. Jika, menimbang kesempatan dengan quotes Abu Bakar Al-Balkhi di atas, sejujurnya persiapan diri untuk Ramadhan sudah terlambat. Idealnya sejak bulan Rajab persiapan itu dilakukan. Degup kerinduan itu harusnya sudah semakin kencang ketika hilal Sya’ban diterbitkan.
Ketidaksiapan ketika waktunya kewajiban tiba akan menjadi penyebab kepanikan. Ketidaksiapan seringkali berakhir dengan kepahitan. Betapa banyak orang akhirnya mundur bahkan lari meninggalkan gelanggang akibat ketidaksiapan diri menghadapi tantangan atau kewajiban. Banyak orang yang akhirnya tidak pernah sukses karena selalu tidak siap menghadapi tantangan. Banyak orang yang akhirnya tidak pernah menemukan kemudahan karena selalu menghindari kesulitan. Lantas, apa yang harus dilakukan di kala kesempatan sudah sangat sempit atau tinggal sedikit tetapi kita tidak ingin kesempatan emas yang sudah di depan mata hilang lenyap dan tidak pasti akan teralami lagi? Berikut ini tips agar bisa ikut panen pahala walaupun kesempatan sudah sangat sedikit, yaitu segera detik ini untuk dilakukan:
Pertama, bersuka cita, bergembira dan senang dengan akan tibanya bulan Ramadhan karena Ramadhan adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya. Lawan perasaan berat yang datang dari bisikan hati dan para penunggang hati. Kedua, perbaharui tekad untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya karena bisa jadi bulan Ramdhan ini adalah yang terakhir bagi kita.
Ketiga, kuatkan ketawakalan dan ber-isti’anah kepada Allah karena tidak sekejap mata pun kebaikan akan dapat kita lakukan tanpa taufiq dan pertolongan dari-Nya. Keempat, segara bertobat kepada Allah atas segala dosa karena ibadah dan amal shaleh hanya mampu dikerjakan dengan hati yang bersih dan jiwa yang kuat, dan dosa membuat hati menjadi kotor, serta jiwa menjadi lemah.
Kelima, dalam kesempitan kesempatan, upayakan untuk mempelajari kembali ilmu yang berkaitan dengan ibadah puasa, paling tidak pada empat ilmu: (1) Fadha`ilu Ash-Shiyaam (keutamaan puasa), agar kita memiliki motivasi yang kuat dalam menunaikan ibadah puasa; (2) Hikamu Ash-Shiyaam (hikmah puasa), agar kita mengerti maksud Allah dalam mensyariatkan ibadah puasa; (3) Ahkaamu Ash-Shiyaam (hukum-hukum puasa), agar kita faham sah atau tidaknya ibadah puasa kita; Dan, (4) Aadaabu Ash-Shiyaam (etika puasa), agar pahala puasa kita tidak hilang atau berkurang, dan agar kita semakin dapat memaksimalkan raihan pahala di bulan Ramadhan.
Akhirnya, di kesempatan tersisa, mohonlah dengan berulang-ulang, “Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan (tahun ini), dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan (tahun ini).” Aamiin Ya Rabbal-‘Aalamiin.